Showing posts with label khazanah. Show all posts
Showing posts with label khazanah. Show all posts

Rahasia Isi Al QURAN

Rahasia Isi Al QURAN
Para peneliti terdahulu sudah mencatat, bahwa surat-surat yang dibuka dengan huruf-huruf ‘muqaththa’ah’ berjumlah 29 surat, sementara jumlah huruf ‘hijaiyah’ Arab ditambah dengan huruf “Hamzah” juga berjumlah 29 huruf hal ini dengan sudut pandang bahwa Al-Qur’an diturunkan dalam bahasa Arab.
DR. Abdul Razaq Naufal dalam bukunya berjudul ‘ Al’Ijaz Al’Adadiy Fi Al-Qur’an Al Karim” beliau menulis beberapa tema-tema tersebut terjadi keharmonisan diantara jumlah kata-kata Al-Qur’an dan berikut ini adalah sejumlah perhitungan yang benar-benar merupakan Mukjizat, dari jumlah kata dalam Al-Qur’an sebanyak 51.900, Jumlah Juz 30, Jumlah Surat 112, keanehan yang ada diantaranya sbb :
  • Kata ‘Iblis” ( La’nat ALLAH ‘alaihi ) dalam Al-Qur’an disebutkan sebanyak 11 kali, sementara “Isti’adzah” juga disebutkan 11 kali, Kata “ma’siyah” dan derivatnya disebutkan sebanyak 75 kali, sementara kata “Syukr” dan derivatnya juga disebutkan sebanyak 75 kali.
  • Kata “al-dunya” disebutkan sebanyak 115 kali, begitu juga kata “al-akhirah” sebanyak 115 kali.
  • Kata “Al-israf” disebutkan 23 kali, kata kebalikannya “al-sur’ah” sebanyak 23 kali.
  • Kata “Malaikat” disebutkan 88 kali, kata kebalikannya ‘Al-syayathin” juga 88 kali.
  • Kata “Al-sulthan disebutkan 37 kali, kata kebalikannya “Al-nifaq” juga 37 kali.
  • Kata “Al-harb”(panas) sebanyak 4 kali, kebalikannya “ Al-harb” juga 4 kali.
  • Kata “ Al-harb (perang) sebanyak 6 kali, kebalikannya “Al-husra” (tawanan) 6 kali.
  • Kata “Al-hayat” (hidup” sebanyak 145 kali, kebalikannya “Al-maut” (mati) 145 kali.
  • Kata “Qalu” (mereka mengatakan) sebanyak 332 kali, kebalikannya “Qul” ( katakanlah) sebanyak 332 kali.
  • Kata “Al-sayyiat” yang menjadi kebalikan kata “Al-shahihat” masing-masing 180 kali.
  • Kata “Al-rahbah” yang menjadi kebalikan kata “Al-ragbah” masing-masing 8 kali.
  • Kata “Al-naf’u” yang menjadi kebalikan kata “Al-fasad” masing-masing 50 kali.
  • Kata “Al-nas” yang menjadi kebalikan kata “Al-rusul” masing-masing 368 kali.
  • Kata “Al-asbath” yang menjadi kebalikan kata “Al-awariyun” masing-masing 5 kali
  • Kata “Al-jahr” yang menjadi kebalikan kata “Al-alaniyyah” masing-masing 16 kali
  • Kata “Al-jaza” 117 kali ( sama dg kebalikannya),
  • Kata “Al-magfiroh” 234 kali ( sama dengan kebalikannya),
  • Kata “Ad-dhalala” ( kesesatan) 191 kali ( sama dengan kebalikannya),
  • Kata “Al-ayat” 2 kali “Ad-dhalala” yaitu 282 kali. Dan masih banyak lagi yang tidak dapat disebutkan satu persatu disini.
  • Kata “Yaum” (hari) dalam bentuk tunggal disebutkan sebanyak 365 kali, sebanyak jumlah hari pada tahun Syamsyiyyah.
  • Kata “Syahr” ( bulan) sebanyak 12 kali, sama dg jumlah Bulan dalam satu Tahun.
  • Kata “Yaum” (hari) dalam bentuk plural (jamak) sebanyak 30 kali, sama dengan jumlah hari dalam satu Bulan.
  • Kata “Sab’u” (minggu) disebutkan 7 kali, sama dengan jumlah hari dalam satu minggu.
  • Jumlah “ saah” (jam) yang didahului dengan ‘harf’ sebanyak 24 kali, sama dengan jumlah jam dalam satu hari.
  • Kata “Sujud” disebutkan 34 kali, sama dengan jumlah raka’at dalam solat 5 waktu
  • Kata “Shalawat” disebutkan 5 kali, sama dengan jumlah solat wajib sehari semalam.
  • Kata “Aqimu” yang diikuti kata “Shalat” sebanyak 17 kali, sama dengan jumlah Raka’at Sholat fardhu/ wajib.

Kata bijak Habib Luthfi bin Yahya

Kata bijak Habib Luthfi bin Yahya
"Perselisihan para ulama fiqih ibarat biji mangga, tumbuh bercabang kemudian menumbuhkan ranting, dari ranting kemudian muncul dedaunan dan buah-buahan yang memiliki bentuk dan ukuran yang berbeda."

"Rahasia Allah terletak pada makhlukNya."

"Sesama wali quthub meski memiliki pangkat kewalian yang sama tetapi memiliki sirr atau rahasia yang berbeda. Salah satu hikmahnya adalah agar tidak ada kecemburuan di antara makhluk Allah."

"Jangan sekali-kali melupakan guru yang telah mengenalkanmu dzahir-dzahir syariat, terlebih guru mursyidmu yang telah membimbingmu menuju Allah. Salah satu sebab kenapa aku memperoleh derajat terhormat saat ini adalah karena aku sangat menghormati guru-guruku." 

Kata bijak Habib Luthfy bin Yahya

"Rizki itu ada dua,:
1.Rizki Tajrid diperoleh tanpa melalui ikhtiar, inilah karunia yang Allah berikan kepada para auliya' (kekasih Allah). 
2.Rizki Kasbi didapat melalui proses ikhtiar.”

"Rizki itu ibarat tangki mobil, sudah ada takarannya gak bisa dilebihkan atau dikurangi. Kalau dilebihkan bisa-bisa luber dan kalau dikurangi bisa-bisa pengemudi tidak sampai ke tujuan."

"Jangan kau akui keilmuan seorang alim yang suka mencerca para auliya’ dan ulama."

"Qana’ah dan zuhud adalah pakaian tani yang kita gunakan untuk menggarap lahan di sawah, pelindung dari kotoran-kotoran dan lumpur yang bisa menodai tubuh kita dikala menggarap lahan. Begitulah kaum sufi memandang dunia, mereka tetap bekerja, ikhtiar mencari rizki dengan bersikap qana’ah dan zuhud agar kotoran dunia tidak mengotori hati mereka yang bersih."

 "Anda keliru jika menyangka para ulama sufi tidak kaya. Al-Imam Abul Hasan asy-Syadzili memiliki empat ekor kuda paling mahal di masanya, kereta kudanya memiliki dua roda yang dihiasi mutiara dan batu mulia, tapi tidak sedikitpun kemegahan kereta kuda itu mengisi relung hatinya. Bahkan ketika ada orang yang takjub akan kemegahan kereta kudanya dan sangat menginginkan apa yang dimiliki sang sufi, asy-Syadzili lantas memberikan kereta kudanya untuk orang tersebut." 

"Tidak usah memikirkan kekeramatan, yang penting kalian mendalami sekaligus mengamali secara benar dzahir-dzahir syariat." 

 "Aku tidak pernah belajar komunikasi dengan arwah di alam barzakh. Aku bisa karena memiliki mahabbah (kecintaan) kepada meraka. Ilmu seperti itu tidak usah dipelajari, berbahaya, karena kalian belum bisa membedakan mana arwah para wali dan mana arwah yang merupakan jelmaan iblis."

"Hikmah di balik tanaman yang diletakkan di atas kuburan adalah untuk meringankan adzab si ahli kubur. Karena selama tanaman itu masih hijau, dia (tanaman) bertasbih memujiNya. Hal inilah yang menjadi sebab turunnya rahmat diringankan siksaan si ahli kubur."

 "Kasih sayang seorang wali itu sama seperti kasih sayang seorang ibu kepada anaknya, bahkan mereka rela menanggung adzab yang turun di umat mereka. Begitulah sifat para auliya’." 

"Rahmat turun karena sebab ikhtiar. Contoh: sakinah, mawaddah dan rahmah akan muncul jika seseorang sudah ikhtiar untuk menikah."

"Qudrat dan iradat Allah Swt. ditunjukan pada tiap makhluk yang telah Dia ciptakan.”

"Makeup orang mukmin ialah bekas sujud yang memancar dari wajahnya.”

"Maksiatnya Nabi Adam As. merupakan tarbiyah Allah Swt. kepada Nabi Adam As. agar kelak jangan mengulangi perbuatan tersebut."

"Hikmah diperoleh setelah penalaran yang mendalam. Hikmah juga mengajarkan seseorang untuk bersikap sabar."

"Demi menghormati Abdullah bin Umi Maktum, Rasulullah Saw. selalu berdiri tiap kali ada orang buta yang lewat di hadapan beliau."

"Berpalingnya Rasulullah Saw. dari Abdullah bin Umi Maktum membuat beliau ditegur oleh Allah Swt. dengan cara yang halus yaitu dengan dhamir ghaib: “Dia (Muhammad) bermuka masam dan berpaling”, bukan dengan dhamir mukhathab: “Kamu (Muhammad) bermuka masam dan berpaling”, (QS. ‘Abasa ayat 1). Hal ini adalah bentuk pendidikan sekaligus perintah Allah kepada Rasulullah Saw. untuk menyampaikan dakwah, terlepas dari diterima atau tidaknya dakwah Rasulullah Saw., sebagai kewajiban beliau selaku utusan Allah sekaligus menekankan bahwa hak Allah Swt. adalah memberikan hidayah pada siapa saja yang Dia kehendaki." 

"Salah satu penyakit hati yang berbahaya adalah hasud. Hasud jika dikombinasikan dengan sifat ghaflah atau lalai akan memunculkan sikap sombong."

 “Hasad dan marah adalah dua hal yang saling berhubungan satu sama lain.”

"Segala sesuatu memiliki batasan, termasuk kesabaran. Jika sabar tidak memiliki batas, mungkin Kanjeng Nabi Saw. akan diam saja dan tidak akan memerangi kaum kafir di Perang Badar."

 "Bersabar tidak boleh menuruti hawa nafsu tapi harus dengan ilmu."

"Seseorang pernah bertanya kepada Abah: “Bagaimanakah cara kita mengetahui keinginan yang semata-mata karena Allah dan keinginan yang bersumber dari nafsu?” Beliau Habib Luthfi bin Yahya menjawab: “Bagi saja keinginan itu menjadi dua, satu untuk akal dan kedua untuk ilmu. Akal sebagai hakim dan ilmu alat untuk menganalisa dengan hati sebagai rajanya yang akan mendorong keinginan kita bertindak semata-mata karena Allah.”

Sumber:

http://mukelujauh.blogspot.com/2013/07/kata-kata-bijak-sang-sufi-al-arif.html
http://pustakamuhibbin.blogspot.co.id/2013/08/kata-kata-bijak-sang-sufi-alarif-billah_8412.html

Isra' Mi'raj

Pengertian

Isra' Mi'raj
Mukjizat Nabi terbesar adalah Isra' Mi'raj ,tepatnya 27 Rajab setahun sebelum Nabi Hijrah. Sebagian ulama mengatakan sekitar 620 - 621 M tahun ke 10 setelah Kenabian.
Isra berasala dari kata Asra,Yusri = berjalan diwaktu malam. jadi Isra' adalah perjalanan Nabi diwaktu malam dari Masjidil Haram Arab ke Masjidil Aqsha Palestina.
Mi'raj dari kata 'araja ya' ruju = naik.jadi Mi'raj adalah naik ke langit sampai langit ke tujuh. bahkan sampai Sidrah Al Muntaha. Tertulis dalam Al Quran (Surat Al Isra).

Kejadian Isra Mi'raj rihlah ruhaniyah dan jasadiah. atau perjalanan ruh dan jasad Nabi SAW bukan sekedar mimpi.Nabi mendapat perintah menunaikan Shalat 5 Waktu. Yang paling istimewa adalah hanya diberikan pada Nabi SAW.

Keluarga Nabi Muhammad SAW

Keluarga Nabi Muhammad SAW
Ini baru yang mungkin bermanfaat.
Keluarga Nabi Muhammad SAW

أولاده : يجب على المكلف معرفة أولاده صلى الله عليه وآله وسلم لأنه من الأحوال المتعلقة به و الثابتة بالتواتر، و هم سبعة : ثلاثة ذكور و أربعة بنات ، أولهم القاسم ثم زينب ثم رقية ثم فاطمة ثم أم كلثوم ثم عبد الله ثم أبراهيم و كلهم من سيدتنا خديجة  إلا ابراهيم فأمه مارية القبطية رضي الله عنهم . 

PUTRA PUTRI NABI SAW

Setiap muslim wajib mengetahui nama nama putera puteri Nabi saw yang terdiri dari 3 laki laki dan 4 perempuan, yaitu Qasim, Zainab, Ruqayyah, Fatimah, Ummu Kaltsum, Abdullah dan Ibrahim.
Semua putera puteri Nabi saw dari istri beliau Siti Khadijah binti Khuailid ra kecuali Ibrahim dari istri beliau Mariya al-Qibthiyyah. Mereka adalah keluarga Nabi saw dan orang orang yang dicintai beliau. Rinciannya sbb:
1-Qasim
Nama Qasim: adalah putera  pertama Nabi saw. Dengan lahirnya Qasim, beliau diberi julukan nama Abu Al-Qasim. Abu artinya bapak dan Qasim adalah putera pertama Nabi saw. Pemberian nama ini merupakan tradisi orang Arab, setiap lahir putera pertama dan diberi nama (Fulan misalnya), ayahnya selalu diberi julukan nama Abu Fulan.  
Nama Bapak Muhammad bin Abdullah saw
Nama Ibu Khadijah binti Khuailid ra
Tempat dan Tanggal Lahir Makkah
Jenis Kelamin Laki Laki
Tempat dan Tanggal Wafat Makkah, wafat dalam usia kurang dari setahun

2- Zainab
Nama Zainab 
Nama Babak Muhammad bin Abdullah saw
Nama Ibu Khadijah binti Khuilid ra
Tempat dan Tanggal Lahir Makkah, tahun 23 sebelum Hijrah Nabi saw
Jenis Kelamin Perempuan
Tempat dan Tanggal Pernikahan Makkah
Nama Suami Abul A’sh bin Rabie’ (Anak Halah binti Khuailid, Saudara Siti Khadijah ra)
Nama Anak 1- Ali (Wafat semasih kecil)2- Umamah (Dikawini Imam Ali ra setelah wafat Fatimah ra kemudian dikawini Mughirah bin Naufal setelah Imam Ali ra), dari kedua duannya tidak mendapatkan keturunan
Tempat dan Tanggal Wafat Madinah, Tahun 8 Hijrah. Rasulallah saw sendiri turun ke dalam kuburan disaat pemakaman.
Wafat Pada Usia 31 tahun
Tanda Tanda Istimewa 1- Sabar dalam segala musibah menimpahnya. Rasulallah saw bersabda atas diri Zainab “Sesungguhnya ia adalah sebaik baiknya anakku dalam menerima musibah”.2- Ikut berhijrah bersama Nabi saw.3- Menolak duduk di Makkah dengan suaminya yang belum masuk Islam. Setelah masuk islam tahun 8 Hijrah, Nabi saw mengembalikannya kepada suaminya.

3- Ruqayyah
Nama Ruqayyah 
Nama Bapak Muhammad bin Abdullah saw
Nama Ibu Khadijah binti khuailid
Tempat dan Tanggal Lahir Makkah, tahun 22 Sebelum Hijrah
Jenis Kelamin Perempuan
Tempat dan Tanggal Perkawinan Makkah. Dua kali menikah dengan:1- U’tbah bin Abu Lahab (Masuk islam tahun pembebasan Makkah)2- Ustman bin Affan
Nama Anak Abdullah bin Ustman bin Affan (wafat semasih kecil)
Tempat dan Tanggal Wafat Madinah, tahun 2 Hijrah (wafat dalam usia 24 tahun)
Tanda Tanda Istimewa Mendapatkan pengakuan Nabi saw atas penjagaan Allah terhadap diri dan suaminya Ustman bin Affan saat berhijrah ke Habasyah. Beliau bersabda “Allah telah menjaga Ustman dan keluarganya setelah penjagganNya terhadap Lut as saat berhijrah”

4- Fatimah
Nama Fatimah (Al-Zahra’)
Nama Babak Muhammad bin Abdullah saw
Nama Ibu Khadijah binti Khuilid ra
Tempat dan Tanggal Lahir Makkah, tahun 18 sebelum Hijrah
Jenis Kelamin Perempuan
Tempat dan Tanggal Perkawinan Madinah, tahun 2 Hijrah
Nama Suami Ali bin Abi Thalib ra
Nama Anak Hasan, Husen, Muhsin (wafat semasih kecil), Ummu Kalstum, Zainab
Tempat dan Tanggal Wafat Madinah, 3 Ramadhan tahun 11 Hijrah
Wafat Pada Usia 29 Tahun
Tanda Tanda Istimewa ”Fatimah adalah bagian dariku, siapa yang menyakitinya berarti menyakitiku, siapa yang membuatnya gembira maka ia telah membahagiakanku.” (Al Hadis).Kata ‘Fatimah’ berasal dari suku kata ‘Fathama’ yang berarti menyapih atau menghentikan atau menjauhkan. Sebuah riwayat menyebutkan, dinamakan ‘Fatimah’ karena Allah ingin menjauhkan putri bungsu Rasulallah saw dari neraka. Dari cintanya Rasulallah kepada Fatimah, belilau selalu menyebut nyebut fatimah sebagai contoh dan perumpamaan, misalnya “ jika anakku Fatimah mencuri, aku akan potong tangannya” hadisth ini menggambarkan bagaimana Rasulallah saw tidak pilihkasih dalam menegakkan hukum agama, sampai sampai ia bersedia memotong tangan anaknya yang paling dicintainya, Fatimah, jika ia mencuri demi untuk menegakkan keadailan.Fatimah juga disebut al-Battul yang berarti memisahkan, karena kenyataannya ia memang terpisah atau berbeda dari wanita-wanita lainnya, baik dari segi keutamaan, agama dan kecantikannya. Ada lagi yang mengatakan, karena ia memisahkan diri dari keduniaan untuk mendekat kepada Allah. Di kalangan suku Quraisy, Fatimah dikenal fasih dan pintar.Fatimah dilahirkan di Makkah tahun 18 sebelum hijrah Nabi saw. Dia adalah putri bungsu Rasulallah saw setelah Zainab, Ruqayah dan Ummu Kaltsum. Saudara laki-lakinya yang tertua Qasim dan Abdullah, meninggal dunia pada usia muda. Fatimah sangat terkenal di dunia Islam, karena ia hidup paling dekat dan paling lama bersama Rasulallah saw. Dari dialah keturunan Rasulallah saw (ahlul Bait) berkembang yang tersebar di hampir semua negri Islam.
Fatimah dinikahkan dengan Ali bin bi Thalib setahun setelah hijrah. Pada waktu itu Tidak sedikit dari orang orang Quraisy yang ingin menikahinya. Ya maklum, selain cantik rupawan, ia adalah perempuan terhormat, anak Rasulullah saw. Dia pernah dilamar oleh Sayyidina Abu Bakar dan Umar, sahabat terdeket Rasulallah saw, namun ditolak secara halus oleh beliau.
Fatimah sangat sederhana dalam berumah tangga dengan imam Ali ra, bahkan sering kekurangan. Beberapa kali ia harus menggadaikan barang-barang keperluan rumah tangga untuk membeli makanan, sampai-sampai kerudungnya pernah digadaikan kepada seorang Yahudi Madinah. Namun demikian, mereka tetap bahagia sebagai suami istri sampai akhir hayat.
Fatimah adalah putri kesayangan Rasulullah saw. Putri yang sangat dicintai Nabi saw. Suatu waktu Rasulallah saw pernah mengatakan kepada imam Ali ra, ”Fatimah adalah bagian dariku, siapa yang menyakitinya berarti menyakitiku, siapa yang membuatnya gembira, maka ia telah membahagiakanku.” Ini dikatakan oleh Rasulullah saw sehubungan dengan keinginan seorang tokoh Quraisy untuk menikahkan anak perempuannya kepada imam Ali ra. Imam Ali tidak menolak tetapi segera dicegah oleh Rasulullah saw.
Pernah Rasulallah saw marah besar ketika mendengar putri beliau, Fathimah ra akan dimadu Sayyidina Ali bin Abi Thalib. Ketika mendengar rencana itu, Rasulallah saw pun langsung masuk ke masjid dan naik ke atas mimbar, lalu berseru, “Beberapa keluarga Bani Hasyim bin al-Mughirah meminta izin kepadaku untuk mengawinkan putri mereka dengan Ali bin Abi Thalib. Ketahuilah, aku tidak akan mengizinkan, sekali lagi aku tidak akan mengizinkan. Sungguh aku tidak izinkan, kecuali Ali bin Abi Thalib menceraikan putriku, dan aku persilakan mengawini putri mereka. Ketahuilah, putriku itu bagian dariku, apa yang mengganggu perasaannya adalah menggangguku juga, apa yang menyakiti hatinya adalah menyakiti hatiku juga.” Begitulah kurang lebih bunyi hadist Rasulallah saw.
Hadist di atas juga merupakan bukti kuat akan kecintaan Rasulullah saw kepada putri bungsunya. Memang benar Rasulallah saw sangat sayang kepada Fatimah. Sampai sampai waktu sakit keras menjelang wafatnya, beliau tidak henti hentinya menagis karena berat meninggalkan anaknya yang dicintainya.
Fatimah meninggal enam bulan setelah wafatnya Rasulallah saw dalam usia 28 tahun. Merasa ajal sudah dekat, dia membersihkan dirinya, memakai pakaian yang terbaik, memakai wewangian dibantu oleh iparnya, Asma bin Abi Thalib. Sebelum meninggal ia sempat berwasiat. Anda tahu apa wasiatnya? “hanya Ali, suamiku, yang boleh menyentuh tubuhku”.

5- Ummu Kaltsum
Nama Ummu Kalstum 
Nama Babak Muhammad bin Abdullah SAW
Nama Ibu Khadijah binti Khuilid ra
Tempat dan Tanggal Lahir Makkah, Tahun 19 Sebelum Hijrah Nabi saw
Jenis Kelamin Perempuan
Tempat dan Tanggal Perkawinan Menikah dua kali di Makkah dan Madinah
Nama Suami 1- Di Makkah dengan U’taibah bin Abu Lahab (mati musyrik)2- Di Madinah tahun 3 Hijrah dengan Ustman bin Affan ra yang dijuluki Dhun-Nurain karena menikah dengan dua putri Nabi saw
Nama Anak Tidak mendapakan keturunan
Tempat dan Tanggal Wafat Madinah, tahun 9 Hijrah
Wafat Pada Usia 28 tahun
Tanda Tanda Istimewa 1- Menikah dengan sahabat Nabi saw yang mulia Ustman bin Affan ra setelah mati suami pertama U’taibah bin Abi Lahab (kafir)2- Dinikahkan Nabi saw atas perintah Allah. Rasulallah saw bersabda atas dirinya “Aku telah mendapat perintah dari Allah untuk menikahkan putriku Ummu Kalstum dengan Ustman” 

6- Abdullah
Nama Abdullah (At-Thayyib atau At-Thahir)
Nama Babak Muhammad bin Abdullah SAW
Nama Ibu Khadijah binti Khuilid ra
Tempat dan Tanggal Lahir Makkah, lahir sebelum Nabi diutus sebagai Rasul
Jenis Kelamin Laki laki
Tempat dan Tanggal Wafat Makkah, sebelum Nabi saw diutus sebagai Rasul (usianya kurang dari setahun)

7- Ibrahim

Nama Ibrahim  
Nama Babak Muhammad bin Abdullah saw
Nama Ibu Mariya binti Syamun al-Qibthiyyah
Nama Penyusu Ummu Saif
Tempat dan Tanggal Lahir Madinah, Dhul Hijjah tahun 8 Hijrah
Jenis Kelamin      Laki laki
Tempat dan Tanggal Wafat Madinah, tahun 10 Hijrah (wafat dalam usia kurang dari 3 tahun)
Tanda Tanda Istimewa 1- Sangat dicintai Nabi saw2- Diberi nama Ibrahim mengambil barakah dari nama datuk beliau Ibrahim as

Sumber :hasanassaggaf.wordpress

Alhamdulillah kini saya mengerti keluarga Nabi Muhammad SAW, moga secuil info ini berguna gan.Amiin.

Kisah Maryam dalam Surat Al Imran

Kisah Maryam dalam Surat Al Imran
Dalam Al-Quran  tentang Surat Ali Imran (surat ke-3 di dalam Al-Quran).
Surat Ali Imran termasuk surat yang panjang (ada 200 buah ayat). Ali Imran adalah nama seorang lelaki yang keluarganya terpilih oleh Allah sebagai keluarga yang diberkati (yaitu keluarga Ali Imran). Nama Ali Imran diabadikan di dalam Al-Quran sebagai salah satu nama surat.
Sesungguhnya Allah telah memilih Adam, Nuh, keluarga Ibrahim dan keluarga ‘Imran melebihi segala umat (di masa mereka masing-masing), (3:33)

 Kisah Maryam dalam Surat Al Imran
Ternyata maksud Allah memilih keluarga Ali Imran adalah karena dari pasangan suami istri ini lahir salah seorang wanita yang mulia dalam sejarah yaitu Maryam (atau Maria dalam Alkitab). Saya baru tahu kalau Maryam itu adalah putri Ali Imran.Ketika Maryam masih di dalam kandungan, istri Imran bernazar akan “menyerahkan” anaknya itu kepada Allah sebagai Pemelihara agar kelak menjadi hamba yang soleh yang selalu berkhidmat di Baitul Maqdis (Yerussalem). Hal ini tertulis di dalam ayat ke-35 yang terjemahannya berbunyi:

(Ingatlah), ketika isteri ‘Imran berkata: “Ya Tuhanku, sesungguhnya aku menazarkan kepada Engkau anak yang dalam kandunganku menjadi hamba yang saleh dan berkhidmat (di Baitul Maqdis). Karena itu terimalah (nazar) itu dari padaku. Sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui”. (3:35)

Ketika tahu anak yang dilahirkan itu adalah perempuan, istri Imran menamai anaknya Maryam, dan istri Imran meminta kepada Allah agar anaknya itu dipelihara oleh Allah dan melindunginya dari syetan:
Maka tatkala isteri ‘Imran melahirkan anaknya, diapun berkata: 
“Ya Tuhanku, sesunguhnya aku melahirkannya seorang anak perempuan; dan Allah lebih mengetahui apa yang dilahirkannya itu; dan anak laki-laki tidaklah seperti anak perempuan. Sesungguhnya aku telah menamai dia Maryam dan aku mohon perlindungan untuknya serta anak-anak keturunannya kepada (pemeliharaan) Engkau daripada syaitan yang terkutuk.” (3:36)

Allah menerima nazar istri Imran lalu mememrintahkan Zakaria sebagai pengasuh dan pemelihara Maryam. Menurut para ahli tafsir Nabi Zakaria itu adalah paman Maryam. Berarti benar ya keluarga besar Imran adalah keluarga yang diberkati karena keturunannya menjadi orang-orang sholeh (Imran, Maryam, Isa putera Maryam, Nabi Zakaria paman Maryam, dan Yahya putera Zakaria).
Maka Tuhannya menerimanya (sebagai nazar) dengan penerimaan yang baik, dan mendidiknya dengan pendidikan yang baik dan Allah menjadikan Zakariya pemeliharanya. (3:37)

Maryam tumbuh menjadi wanita yang kerjanya setiap hari hanya beribadah dengan berkhidmat kepada Allah di Rumah-Nya di Baitul Maqdis. Zakaria adalah “kuncen” Rumah Allah tersebut. Di sinilah Allah menurunkan Rahmat-Nya kepada Maryam. Ada kisah  Zakaria menemui Maryam di mihrab, dia mendapati berbagai makanan yang lezat berada di samping Maryam.
Beliau bertanya  dari manakah datangnya makanan itu? Setahu dia Maryam tidak pernah membawa makanan ke Rumah-Nya, selain beliau Nabi Zakaria  sendiri yang selalu mengantarkan makanan kepada Maryam.
Maryam menjawab :bahwa makanan itu berasal langsung dari Allah, mungkin diturunkan dari langit atau melalui perantara malaikat-Nya.
Lanjutan ayat 37 di atas:
Setiap Zakariya masuk untuk menemui Maryam di mihrab, ia dapati makanan di sisinya. Zakariya berkata: “Hai Maryam dari mana kamu memperoleh (makanan) ini?” Maryam menjawab: “Makanan itu dari sisi Allah”. Sesungguhnya Allah memberi rezeki kepada siapa yang dikehendaki-Nya tanpa hisab. (3:37)
Di dalam Surat Ali Imran juga dikisahkan bahwa Nabi Zakaria sudah tua tetapi belum juga dikarunia anak. Mungkin terinspirasi dari keponakannya, Maryam, yang menjadi ahli ibadah, Zakaria juga bermohon agar dirinya diberi keturunan.
Di sanalah Zakariya mendo’a kepada Tuhannya seraya berkata: “Ya Tuhanku, berilah aku dari sisi Engkau seorang anak yang baik. Sesungguhnya Engkau Maha Pendengar do’a”. (3:38)
Ketika Zakaria sedang shalat di mihrab, berserulah malaikat Jibril kepadanya:
Kemudian Malaikat (Jibril) memanggil Zakariya, sedang ia tengah berdiri melakukan shalat di mihrab (katanya): “Sesungguhnya Allah menggembirakan kamu dengan kelahiran (seorang puteramu) Yahya, yang membenarkan kalimat (yang datang) dari Allah, menjadi ikutan, menahan diri (dari hawa nafsu) dan seorang Nabi termasuk keturunan orang-orang saleh”. (3:39)

Zakaria yang kaget mendapat wahyu dari malaikat Jibril merasa heran, bagaimana mungkin dia akan memperoleh anak seangkan sitrinya seorang yang mandul. Allah menjawab (melalui malaikat Jibril) hal itu mudah saja bagi-Nya, apapun yang Dia kehendaki maka akan terjadi (kun fayakun).
Zakariya berkata: “Ya Tuhanku, bagaimana aku bisa mendapat anak sedang aku telah sangat tua dan isteriku pun seorang yang mandul?”. Berfirman Allah: “Demikianlah, Allah berbuat apa yang dikehendaki-Nya”. (3:40)
Zakaria masih tetap belum yakin dia akan mempunyai anak, oleh karena itu dia meminta suatu tanda bahwa istrinya bakal mengandung. Allah mengatakan bahwa tanda-tanda istrinya mengandung adalah Zakaria tidak akan bisa berbicara selama tiga hari, kecuali pakai bahasa isyarat.
Berkata Zakariya: “Berilah aku suatu tanda (bahwa isteriku telah mengandung)”. Allah berfirman: “Tandanya bagimu, kamu tidak dapat berkata-kata dengan manusia selama tiga hari, kecuali dengan isyarat. Dan sebutlah (nama) Tuhanmu sebanyak-banyaknya serta bertasbihlah di waktu petang dan pagi hari”. (3:41)
Kelak anak yang lahir dari kandungan itu diberi nama Yahya dan menjadi Nabi yang ke-23 setelah Zakaria. Dari sini kita juga tahu bahwa Nabi Yahya semasa hidupnya dengan Maryam.
Kembali ke kisah Maryam tadi. Allah telah memilih Maryam sebagai wanita solehah yang dilebihkan dari wanita lain di dunia.
Dan (ingatlah) ketika Malaikat (Jibril) berkata: “Hai Maryam, sesungguhnya Allah telah memilih kamu, mensucikan kamu dan melebihkan kamu atas segala wanita di dunia (yang semasa dengan kamu). (3:42)

Sebagai bentuk ketaatan, Allah memerintahkan Maryam agar selalu menyembah Allah, selalu sujud dan rukuk kepada Allah bersama orang-orang lainnya lainnya yang menyembah Allah.
Hai Maryam, ta’atlah kepada Tuhanmu, sujud dan ruku’lah bersama orang-orang yang ruku’. (3:43)
Sampai suatu hari Allah akan memberikan suatu keajaiban yang tidak disangka-sangka bagi Maryam. Allah mengabarkan bahwa Maryam akan mengandung seorang anak lelaki yang namanya sudah ditentukan oleh Allah yaitu Isa Al Masih (atau Al Masih isa putera Maryam).
(Ingatlah), ketika Malaikat berkata: “Hai Maryam, seungguhnya Allah menggembirakan kamu (dengan kelahiran seorang putera yang diciptakan) dengan kalimat (yang datang) daripada-Nya, namanya Al Masih ‘Isa putera Maryam, seorang terkemuka di dunia dan di akhirat dan termasuk orang-orang yang didekatkan (kepada Allah), (3:45)
Ketika masih bayi Isa kelak memiliki mukjizat yaitu sudah bisa berbicara dengan manusia:
dan dia berbicara dengan manusia dalam buaian dan ketika sudah dewasa dan dia adalah termasuk orang-orang yang saleh.” (3:46)
Maryam tentu saja merasa kaget, bagaiman mungkin dia akan mengandung, padahal dia belum menikah, dan dia belum pernah disentuh atau berhubungan dengan lelaki manapun. Tentu saja, karena Maryam kerjanya setiap hari hanyalah berkhidmat kepada Allah di Baitul Maqdis. Dia jarang keluar dari Rumah-Nya, apalagi bergaul dengan lelaki. Allah menjawab seperti kasus Nabi Zakaria di atas, bahwa hal itu mudah saja bagi-nya, kun fayakun, maka apapunyang Dia kehendaki pasti akan terjadi. Dialah Sllah SWT yang Maha Pencipta.
Maryam berkata: “Ya Tuhanku, betapa mungkin aku mempunyai anak, padahal aku belum pernah disentuh oleh seorang laki-lakipun.” Allah berfirman (dengan perantaraan Jibril): “Demikianlah Allah menciptakan apa yang dikehendaki-Nya. Apabila Allah berkehendak menetapkan sesuatu, maka Allah hanya cukup berkata kepadanya: “Jadilah”, lalu jadilah dia. (3:47)
Kisah kelahiran Isa akan saya ceritakan pada tulisan yang lain. Allah memilih Isa sebagai Rasul-Nya, memberinya kitab Injil dan mengajarkannya kitab-kitab yang terdahulu yaitu Taurat dan zabur.
Dan Allah akan mengajarkan kepadanya Al Kitab, Hikmah, Taurat dan Injil. (3:48)
Allah mengutus Nabi Isa kepada Bani Israil. Kepada Bani Israil Nabi Isa menjelaskan tanda-tanda kenabiannya yaitu mukjizat menghidupkan burung dari tanah liat, menghidupkan orang mati, menyembuhkan orang buta dan berpenyakit kusta.
Dan (sebagai) Rasul kepada Bani Israil (yang berkata kepada mereka): “Sesungguhnya aku telah datang kepadamu dengan membawa sesuatu tanda (mu’jizat) dari Tuhanmu, yaitu aku membuat untuk kamu dari tanah berbentuk burung; kemudian aku meniupnya, maka ia menjadi seekor burung dengan seizin Allah; dan aku menyembuhkan orang yang buta sejak dari lahirnya dan orang yang berpenyakit sopak; dan aku menghidupkan orang mati dengan seizin Allah; dan aku kabarkan kepadamu apa yang kamu makan dan apa yang kamu simpan di rumahmu. Sesungguhnya pada yang demikian itu adalah suatu tanda (kebenaran kerasulanku) bagimu, jika kamu sungguh-sungguh beriman. (3:49)
Nabi Isa berkata kepada kaumnya bahwa dia membenarkan kitab-itab terdahulu yang telah diturunkan kepada Nabi Musa (Taurat) dan Nabi Daud (Zabur), lalu menghalalkan apa yang dahulu diharamkan.
Dan (aku datang kepadamu) membenarkan Taurat yang datang sebelumku, dan untuk menghalalkan bagimu sebagian yang telah diharamkan untukmu, dan aku datang kepadamu dengan membawa suatu tanda (mu’jizat) daripada Tuhanmu. Karena itu bertakwalah kepada Allah dan ta’atlah kepadaku. (3:50)
Lalu Nabi Isa meminta kaumnya agar menyembah Allah SWT sebagai jalan yang benar.
Sesungguhnya Allah, Tuhanku dan Tuhanmu, karena itu sembahlah Dia. Inilah jalan yang lurus”. (3:51)

Demikianlah sekelumit kisah Maryam di dalam Surat Ali Imran.
Sumber rinaldimunir.wordpress

Bank Syariah tapi tidak syariah

Bank Syariah tapi tidak syariah
Sejak bank syariah berkembang pesat di tanah air, saya sudah memindahkan semua rekening saya dari bank konvensional ke bank syariah. Kecuali satu rekening yang tidak saya pindahkan, yaitu rekening Bank BN*, karena semua transfer honor maupun gaji dari ITB “harus” dilakukan melalui bank BN* tersebut karena ada MOU antara ITB dan Bank BN*.
Alasan saya membuka rekening di bank syariah adalah untuk mendapatkan ketentraman secara ruhani, sebab bank syariah tidak menggunakan sistem ribawi dalam operasionalnya, yaitu sistem bunga uang yang diharamkan oleh agama.
“Dan Allah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba”. (Qs.Al Baqarah:275).

Saya yakin Anda semua sudah faham tentang riba atau rente.
   Misalnya anda meminjam Rp1000,- kepada seseorang atau kepada bank, lalu orang atau bank tersebut mewajibkan Anda mengembalikannya sebesar Rp1100, maka Rp100 kelebihannya itu adalah riba, sesuatu yang sudah diharamkan oleh agama.
Bank Syariah
   Mulanya saya menabung atau menyimpan deposito di Bank Syariah tentu saja dengan keyakinan seperti itu. Saya mendapatkan bagi hasil per bulan dari uang yang saya simpan di bank. Darimana bagi hasil itu diperoleh? Pihak bank memutar uang nasabah untuk berbagai usaha yang menghasilkan profit, lalu bank mendapat keuntungan dari usaha tersebut. Keuntungan tersebut dibagi dua dengan nasabah, yang kisaran proporsinya biasanya sudah ditetapkan, misalnya 40% : 60% yang artinya 40% profit untuk nasabah dan 60% untuk bank. Jika untungnya besar, maka bagi hasilnya juga besar, jika untungnya kecil maka bagi hasilnya turun. Jika usaha tersebut mendatangkan kerugian, maka nasabah juga ikut menanggung rugi dengan tidak mendapat bagi hasil sama sekali. Ibaratnya berat sama dipikul dan ringan sama dijinjing. Kalau untung dinikmati bersama-sama, kalau rugi ya sama-sama juga.

Bank konvensional
Bagi hasil itu dinamakan bunga (interest). Besar bunga fluktuatif dari awal, misalnya sekarang 8%. Hanya bedanya, jika bank mengalami kerugian dalam usahanya, maka nasabah tidak ikut menanggung kerugian, nasabah tetap saja mendapat bunga simpanan sebesar 8% tadi. Sebaliknya, jika bank mendapat untung besar dari memutar uang nasabah, bunga untuk nasabah tetap saja 8% sedangkan bank menikmati untung besar.

Dilihat dari kedua perbandingan di atas,  maka sistem bagi hasil pada bank syariah terasa lebih adil dan manusiawi.
Baiklah, kalau soal simpan-menyimpan uang tidak ada keraguan bagi saya tentang bank syariah. Saya menyetujui sistem bagi hasil seperti itu. Keraguan saya mulai timbul ketika membaca tentang proses meminjam uang dari Bank Syariah.
Misalnya :
Anda meminjam uang untuk kredit membeli rumah (KPR), atau meminjam uang untuk dana talangan haji, sebesar Rp10 juta. Phak Bank setelah melakukan survei lalu menyetujui usulan pinjaman anda, mereka memberikan anda pinjaman uang Rp10 juta dengan didahului proses akad (yang istilahnya bermacam-macam). Dalam akad itu Anda dan bank menyepakati skema pembiayaan (pengembalian uang). Katakanlah anda nanti harus membayar kembalian sebesar Rp12 juta dengan cara mencicilnya per bulan, misalnya mencicil pembayaran sebesar Rp1.200.000/bulan selama sepuluh bulan. Di sini bank mengambil keuntungan Rp2 juta dari pinjaman Anda. 

Dari contoh peminjaman uang yang saya paparkan di atas, maka saya jadi bertanya-tanya, apa bedanya model bank syariah sekarang ini dengan bank konvensional?
Menurut pendapat saya yang awam ini, mereka sama-sama memungut riba, hanya istilahnya saja yang berbeda. Pada bank konvensional namanya bunga, pada Bank Syariah namanya skema bagi hasil. Intinya sama saja, yaitu riba.
Pada bank konvensional skema pengembaliannya adalah membayar pinjaman plus bunganya, sedangkan pada bank syariah namanya mencicil per bulan. Pada bank syariah ada istilah akad kredit, pada bank konvensional namanya skema kredit (atau apapun namanya).
Pada hekekatnya, praktek keduanya sama saja. Malah, pada beberapa kasus saya pernah mendengar bank syariah lebih “kejam” daripada bank konvensional, sebab mereka menerapkan “bunga” lebih tinggi daripada bank konvensional.
Pada tulisan itu dikemukakan perdebatan yang terjadi anatra pendukung bank syariah dengan pihak yang tidak mendukung, masing-masing merasa yakin dengan argumentasinya.

Hingga saat ini saya masih tetap menggunakan bank syariah, alasannya karena di situ saya hanya menabung saja, tidak sampai meminjam uang. Kalau sekadar menabung saja sih bagi saya masih oke, tidak ada masalah (itu menurut pendapat saya lho). Tapi kalau soal peminjaman uang yang ada kelebihan yang harus dibayarkan (dengan berbagai nama dan istilah), disitulah titik krusial keraguan pada praktek bank syraiah.
 Bank Syariah tapi tidak syariah.
Alhamdulillah saya belum pernah meminjam uang ke bank (moga-moga jangan deh), baik ke bank konvensional maupun bank syariah, jadi saya belum mempunyai masalah dalam praktek sistem ribawi ini.
Jadi, menurut saya sebenarnya belum ada bank syariah di Indonesia yang benar-benar menerapkan sistem perbankan secara syar’i (sesuai ajaran agama). Lalu, kalau pun belum ada, apakah bunga uang pada bank konvensional menjadi halal? Menurut saya tidak juga, bunga uang pada bank konvensional tetap saja 100% haram hukumnya. Keraguan pada bank syariah tidaklah mengubah bunga bank konvensional otomatis menjadi halal.

Principku
"Saya masih tetap menabung di syariah. Selain karena hanya sekadar menabung, ada lagi alasan yang lebih prinsipil. Bank-bank syariah itu di-back-up oleh para ulama (namanya Dewan Syariah Nasional). Merekalah yang mengeluarkan fatwa tentang praktek perbankan syariah. Saya yakin fatwa para ulama itu adalah baik, sebab mereka meiliki kompetensi disitu. Jadi, jika nanti saya ditanya di akhirat mengapa saya tetap menggunakan bank syariah, maka saya sudah mempunyai jawaban: tanyakanlah kepada para ulama itu. Jika fatwa ulama sudah benar secara syar’i tetapi dimultitafsirkan oleh pengelola bank syariah sehingga hampir mirip dengan sitem ribawi, maka silakan pengelola bank itu menanggung dosanya."

Bukti Islam Memuliakan Wanita

Bukti Islam Memuliakan Wanita

Bukti Islam Memuliakan Wanita

Al Quran menjelaskan dalam'Surat An-Nisa'

Penulis: Al-Ustadzah Ummu Ishaq Al-Atsariyyah
Berbekal pengetahuan tentang Islam yang tipis, tak sedikit kalangan yang dengan lancangnya menghakimi agama ini, untuk kemudian menelorkan kesimpulan-kesimpulan tak berdasar yang menyudutkan Islam. Salah satunya, Islam dianggap merendahkan wanita atau dalam ungkapan sekarang ‘bias jender’. Benarkah?
Sudah kita maklumi keberadaan wanita dalam Islam demikian dimuliakan, terlalu banyak bukti yang menunjukkan kenyataan ini. Sampai-sampai ada satu surah dalam Al-Qur`anul Karim dinamakan surah An-Nisa`, artinya wanita-wanita, karena hukum-hukum yang berkaitan dengan wanita lebih banyak disebutkan dalam surah ini daripada dalam surah yang lain. (Mahasinut Ta`wil, 3/6)
Untuk lebih jelasnya kita lihat beberapa ayat dalam surah An-Nisa` yang berbicara tentang wanita.

1. Wanita diciptakan dari tulang rusuk laki-laki.
Surah An-Nisa` dibuka dengan ayat:
يَاأَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالاً كَثِيرًا وَنِسَاءً
“Wahai sekalian manusia, bertakwalah kepada Rabb kalian yang telah menciptakan kalian dari jiwa yang satu dan dari jiwa yang satu itu Dia menciptakan pasangannya, dan dari keduanya Dia memperkembangbiakkan laki-laki dan perempuan yang banyak.” (An-Nisa`: 1)
Ayat ini merupakan bagian dari khutbatul hajah yang dijadikan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagai pembuka khutbah-khutbah beliau. Dalam ayat ini dinyatakan bahwa dari jiwa yang satu, Allah Subhanahu wa Ta’ala menciptakan pasangannya. Qatadah dan Mujahid rahimahumallah mengatakan bahwa yang dimaksud jiwa yang satu adalah Nabi Adam ‘alaihissalam. Sedangkan pasangannya adalah Hawa. Qatadah mengatakan Hawa diciptakan dari tulang rusuk Adam. (Tafsir Ath-Thabari, 3/565, 566)
Dalam hadits shahih disebutkan:
إِنَّ الْمَرْأَةَ خُلِقَتْ مِنْ ضِلْعٍ، وَِإِنَّ أَعْوَجَ شَيْءٍ فِي الضِّلْعِ أَعْلاَهُ، فَإِنْ ذَهَبْتَ تُقِيْمُهُ كَسَرْتَهَا، وَإِنِ اسْتَمْتَعْتَ بِهَا اسْتَمْتَعْتَ وَفِيْهَا عِوَجٌ
“Sesungguhnya wanita diciptakan dari tulang rusuk. Dan sungguh bagian yang paling bengkok dari tulang rusuk adalah yang paling atasnya. Bila engkau ingin meluruskannya, engkau akan mematahkannya. Dan jika engkau ingin bersenang-senang dengannya, engkau bisa bersenang-senang namun padanya ada kebengkokan.” (HR. Al-Bukhari no. 3331 dan Muslim no. 3632)
Al-Imam An-Nawawi rahimahullah berkata, “Dalam hadits ini ada dalil dari ucapan fuqaha atau sebagian mereka bahwa Hawa diciptakan dari tulang rusuk Adam. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman: خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا dan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam menerangkan bahwa wanita diciptakan dari tulang rusuk. Hadits ini menunjukkan keharusan berlaku lembut kepada wanita, bersikap baik terhadap mereka, bersabar atas kebengkokan akhlak dan lemahnya akal mereka. Di samping juga menunjukkan dibencinya mentalak mereka tanpa sebab dan juga tidak bisa seseorang berambisi agar si wanita terus lurus. Wallahu a’lam.”(Al-Minhaj, 9/299)

2. Dijaganya hak perempuan yatim.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
وَإِنْ خِفْتُمْ أَلاَّ تُقْسِطُوا فِي الْيَتَامَى فَانْكِحُوا مَا طَابَ لَكُمْ مِنَ النِّسَاءِ مَثْنَى وَثُلاَثَ وَرُبَاعَ فَإِنْ خِفْتُمْ أَلاَّ تَعْدِلُوا فَوَاحِدَةً أَوْ مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُكُمْ ذَلِكَ أَدْنَى أَلاَّ تَعُولُوا
“Dan jika kalian khawatir tidak akan dapat berlaku adil terhadap hak-hak perempuan yatim (bilamana kalian menikahinya), maka nikahilah wanita-wanita lain yang kalian senangi: dua, tiga, atau empat. Kemudian jika kalian khawatir tidak dapat berlaku adil maka nikahilah seorang wanita saja atau budak-budak perempuan yang kalian miliki. Yang demikian itu lebih dekat untuk kalian tidak berlaku aniaya.” (An-Nisa`: 3)
Urwah bin Az-Zubair pernah bertanya kepada Aisyah radhiyallahu ‘anha tentang firman Allah Subhanahu wa Ta’ala: وَإِنْ خِفْتُمْ أَلاَّ تُقْسِطُوا فِي الْيَتَامَى maka Aisyah radhiyallahu ‘anha menjawab, “Wahai anak saudariku1. Perempuan yatim tersebut berada dalam asuhan walinya yang turut berserikat dalam harta walinya, dan si wali ini ternyata tertarik dengan kecantikan si yatim berikut hartanya. Maka si wali ingin menikahinya tanpa berlaku adil dalam pemberian maharnya sebagaimana mahar yang diberikannya kepada wanita lain yang ingin dinikahinya. Para wali pun dilarang menikahi perempuan-perempuan yatim terkecuali bila mereka mau berlaku adil terhadap perempuan-perempuan yatim serta memberinya mahar yang sesuai dengan yang biasa diberikan kepada wanita lain. Para wali kemudian diperintah untuk menikahi wanita-wanita lain yang mereka senangi.” Urwah berkata, “Aisyah menyatakan, ‘Setelah turunnya ayat ini, orang-orang meminta fatwa kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang perkara wanita, maka Allah Subhanahu wa Ta’ala menurunkan ayat:
وَيَسْتَفْتُونَكَ فِي النِّسَاءِ
“Dan mereka meminta fatwa kepadamu tentang wanita.” (An-Nisa`: 127)
Aisyah radhiyallahu ‘anha berkata, “Dan firman Allah Subhanahu wa Ta’ala dalam ayat yang lain:
وَتَرْغَبُونَ أَنْ تَنْكِحُوهُنَّ
“Sementara kalian ingin menikahi mereka (perempuan yatim).” (An-Nisa`: 127)
Salah seorang dari kalian (yang menjadi wali/pengasuh perempuan yatim) tidak suka menikahi perempuan yatim tersebut karena si perempuan tidak cantik dan hartanya sedikit. Maka mereka (para wali) dilarang menikahi perempuan-perempuan yatim yang mereka sukai harta dan kecantikannya kecuali bila mereka mau berbuat adil (dalam masalah mahar, pent.). Karena keadaan jadi terbalik bila si yatim sedikit hartanya dan tidak cantik, walinya enggan/tidak ingin menikahinya.” (Diriwayatkan oleh Al-Bukhari no. 4574 dan Muslim no. 7444)
Masih dalam hadits Aisyah radhiyallahu ‘anha tentang firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:
وَيَسْتَفْتُونَكَ فِي النِّسَاءِ قُلِ اللهُ يُفْتِيكُمْ فِيهِنَّ وَمَا يُتْلَى عَلَيْكُمْ فِي الْكِتَابِ فِي يَتَامَى النِّسَاءِ اللاَّتِي لاَ تُؤْتُونَهُنَّ مَا كُتِبَ لَهُنَّ وَتَرْغَبُونَ أَنْ تَنْكِحُوهُنَّ
Dan mereka meminta fatwa kepadamu tentang wanita. Katakanlah, “Allah memberi fatwa kepada kalian tentang mereka dan apa yang dibacakan kepada kalian dalam Al-Qur`an tentang para wanita yatim yang kalian tidak memberi mereka apa yang ditetapkan untuk mereka sementara kalian ingin menikahi mereka.” (An-Nisa`: 127)
Aisyah radhiyallahu ‘anha berkata:
أُنْزِلَتْ فِي الْيَتِيْمَةِ، تَكُوْنُ عِنْدَ الرَّجُلِ فَتَشْرِكُهُ فِي مَالِهِ، فَيَرْغَبُ عَنْهَا أَنْ يَتَزَوَّجَهَا وَيَكْرَهُ أَنْ يُزَوِّجَهَا غَيْرَهُ، فَيَشْرَكُهُ فِي ماَلِهِ، فَيَعْضِلُهَا، فَلاَ يَتَزَوَّجُهَا وَيُزَوِّجُهَا غَيْرَهُ.
“Ayat ini turun tentang perempuan yatim yang berada dalam perwalian seorang lelaki, di mana si yatim turut berserikat dalam harta walinya. Si wali ini tidak suka menikahi si yatim dan juga tidak suka menikahkannya dengan lelaki yang lain, hingga suami si yatim kelak ikut berserikat dalam hartanya. Pada akhirnya, si wali menahan si yatim untuk menikah, ia tidak mau menikahinya dan enggan pula menikahkannya dengan lelaki selainnya.” (Diriwayatkan oleh Al-Bukhari no. 5131 dan Muslim no. 7447)

3. Cukup menikahi seorang wanita saja bila khawatir tidak dapat berlaku adil secara lahiriah.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
فَإِنْ خِفْتُمْ أَلاَّ تَعْدِلُوا فَوَاحِدَةً أَوْ مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُكُمْ
“Kemudian jika kalian khawatir tidak dapat berlaku adil maka nikahilah seorang wanita saja atau budak-budak perempuan yang kalian miliki.” (An-Nisa`: 3)
Yang dimaksud dengan adil di sini adalah dalam perkara lahiriah seperti adil dalam pemberian nafkah, tempat tinggal, dan giliran. Adapun dalam perkara batin seperti rasa cinta dan kecenderungan hati tidaklah dituntut untuk adil, karena hal ini di luar kesanggupan seorang hamba. Dalam Al-Qur`anul Karim dinyatakan:
وَلَنْ تَسْتَطِيعُوا أَنْ تَعْدِلُوا بَيْنَ النِّسَاءِ وَلَوْ حَرَصْتُمْ فَلاَ تَمِيلُوا كُلَّ الْمَيْلِ فَتَذَرُوهَا كَالْمُعَلَّقَةِ
“Dan kalian sekali-kali tidak akan dapat berlaku adil di antara istri-istri kalian, walaupun kalian sangat ingin berbuat demikian. Karena itu janganlah kalian terlalu cenderung kepada istri yang kalian cintai sehingga kalian biarkan yang lain telantar.” (An-Nisa`: 129)
Al-Hafizh Ibnu Katsir rahimahullah mengatakan ketika menafsirkan ayat di atas, “Maksudnya, kalian wahai manusia, tidak akan mampu berlaku sama di antara istri-istri kalian dari segala sisi. Karena walaupun bisa terjadi pembagian giliran malam per malam, namun mesti ada perbedaan dalam hal cinta, syahwat, dan jima’. Sebagaimana hal ini dikatakan oleh Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma, ‘Abidah As-Salmani, Mujahid, Al-Hasan Al-Bashri, dan Adh-Dhahhak bin Muzahim rahimahumullah.”
Setelah menyebutkan sejumlah kalimat, Ibnu Katsir rahimahullah melanjutkan pada tafsir ayat: فَلاَ تَمِيلُوا كُلَّ الْمَيْلِ maksudnya apabila kalian cenderung kepada salah seorang dari istri kalian, janganlah kalian berlebih-lebihan dengan cenderung secara total padanya, فَتَذَرُوهَا كَالْمُعَلَّقَةِ “sehingga kalian biarkan yang lain telantar.” Maksudnya istri yang lain menjadi terkatung-katung. Kata Ibnu ‘Abbas, Mujahid, Sa’id bin Jubair, Al-Hasan, Adh Dhahhak, Ar-Rabi` bin Anas, As-Suddi, dan Muqatil bin Hayyan, “Makna كَالْمُعَلَّقَةِ, seperti tidak punya suami dan tidak pula ditalak.” (Tafsir Al-Qur`anil Azhim, 2/317)
Bila seorang lelaki khawatir tidak dapat berlaku adil dalam berpoligami, maka dituntunkan kepadanya untuk hanya menikahi satu wanita. Dan ini termasuk pemuliaan pada wanita di mana pemenuhan haknya dan keadilan suami terhadapnya diperhatikan oleh Islam.

4. Hak memperoleh mahar dalam pernikahan.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
وَءَاتُوا النِّسَاءَ صَدُقَاتِهِنَّ نِحْلَةً فَإِنْ طِبْنَ لَكُمْ عَنْ شَيْءٍ مِنْهُ نَفْسًا فَكُلُوهُ هَنِيئًا مَرِيئًا
“Berikanlah mahar kepada wanita-wanita yang kalian nikahi sebagai pemberian dengan penuh kerelaan. Kemudian jika mereka menyerahkan kepada kalian sebagian dari mahar tersebut dengan senang hati maka makanlah (ambillah) pemberian itu sebagai makanan yang sedap lagi baik akibatnya.” (An-Nisa`: 4)

5. Wanita diberikan bagian dari harta warisan.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
لِلرِّجَالِ نَصِيبٌ مِمَّا تَرَكَ الْوَالِدَانِ وَاْلأَقْرَبُونَ وَلِلنِّسَاءِ نَصِيبٌ مِمَّا تَرَكَ الْوَالِدَانِ وَاْلأَقْرَبُونَ مِمَّا قَلَّ مِنْهُ أَوْ كَثُرَ نَصِيبًا مَفْرُوضًا
“Bagi laki-laki ada hak bagian dari harta peninggalan ayah-ibu dan kerabatnya, dan bagi wanita ada hak bagian dari harta peninggalan ayah-ibu dan kerabatnya, baik sedikit atau banyak menurut bagian yang telah ditetapkan.” (An-Nisa`: 7)
Sementara di zaman jahiliah, yang mendapatkan warisan hanya lelaki, sementara wanita tidak mendapatkan bagian. Malah wanita teranggap bagian dari barang yang diwarisi, sebagaimana dalam ayat:
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لاَ يَحِلُّ لَكُمْ أَنْ تَرِثُوا النِّسَاءَ كَرْهًا
“Wahai orang-orang yang beriman, tidak halal bagi kalian mewarisi wanita dengan jalan paksa.” (An-Nisa`: 19)
Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma menyebutkan, “Dulunya bila seorang lelaki di kalangan mereka meninggal, maka para ahli warisnya berhak mewarisi istrinya. Jika sebagian ahli waris itu mau, ia nikahi wanita tersebut dan kalau mereka mau, mereka nikahkan dengan lelaki lain. Kalau mau juga, mereka tidak menikahkannya dengan siapa pun dan mereka lebih berhak terhadap si wanita daripada keluarga wanita itu sendiri. Maka turunlah ayat ini dalam permasalahan tersebut.” (Diriwayatkan oleh Al-Bukhari dalam Shahih-nya no. 4579)
Maksud dari ayat ini, kata Al-Imam Al-Qurthubi rahimahullah, adalah untuk menghilangkan apa yang dulunya biasa dilakukan orang-orang jahiliah dari mereka dan agar wanita tidak dijadikan seperti harta yang diwariskan sebagaimana diwarisinya harta benda. (Al-Jami’ li Ahkamil Qur`an, 5/63)
Bila ada yang mempermasalahkan, kenapa wanita hanya mendapatkan separuh dari bagian laki-laki seperti tersebut dalam ayat:
يُوصِيكُمُ اللهُ فِي أَوْلادِكُمْ لِلذَّكَرِ مِثْلُ حَظِّ اْلأُنْثَيَيْنِ
“Allah mewasiatkan kepada kalian tentang pembagian warisan untuk anak-anak kalian, yaitu bagian seorang anak lelaki sama dengan bagian dua orang anak perempuan….” (An-Nisa`: 11)
Maka dijawab, inilah keadilan yang sesungguhnya. Laki-laki mendapatkan bagian yang lebih besar daripada wanita karena laki-laki butuh bekal yang lebih guna memberikan nafkah kepada orang yang di bawah tanggungannya. Laki-laki banyak mendapatkan beban. Ia yang memberikan mahar dalam pernikahan dan ia yang harus mencari penghidupan/penghasilan, sehingga pantas sekali bila ia mendapatkan dua kali lipat daripada bagian wanita. (Tafsir Al-Qur`anil ‘Azhim, 2/160)

6. Suami diperintah untuk berlaku baik pada istrinya.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
وَعَاشِرُوهُنَّ بِالْمَعْرُوفِ
“Dan bergaullah kalian (para suami) dengan mereka (para istri) secara patut.” (An-Nisa`: 19)
Al-Hafizh Ibnu Katsir rahimahullah ketika menafsirkan ayat di atas menyatakan: “Yakni perindah ucapan kalian terhadap mereka (para istri) dan perbagus perbuatan serta penampilan kalian sesuai kemampuan. Sebagaimana engkau menyukai bila ia (istri) berbuat demikian, maka engkau (semestinya) juga berbuat yang sama. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman dalam hal ini:
وَلَهُنَّ مِثْلُ الَّذِي عَلَيْهِنَّ بِالْمَعْرُوفِ
“Dan para istri memiliki hak yang seimbang dengan kewajibannya menurut cara yang ma’ruf.” (Al-Baqarah: 228)
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam sendiri telah bersabda:
خَيْرُكُمْ خَيْرُكُمْ لِأَهْلِهِ، وَأَنَا خَيْرُكُمْ لِأَهْلِيْ
“Sebaik-baik kalian adalah yang paling baik terhadap keluarga (istri)nya. Dan aku adalah orang yang paling baik di antara kalian terhadap keluarga (istri)ku.”2 (Tafsir Al-Qur`anil ‘Azhim, 2/173)

7. Suami tidak boleh membenci istrinya dan tetap harus berlaku baik terhadap istrinya walaupun dalam keadaan tidak menyukainya.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
فَإِنْ كَرِهْتُمُوهُنَّ فَعَسَى أَنْ تَكْرَهُوا شَيْئًا وَيَجْعَلَ اللهُ فِيهِ خَيْرًا كَثِيرًا
“Kemudian bila kalian tidak menyukai mereka maka bersabarlah karena mungkin kalian tidak menyukai sesuatu padahal Allah menjadikan padanya kebaikan yang banyak.” (An-Nisa`: 19)
Dalam tafsir Al-Jami’ li Ahkamil Qur`an (5/65), Al-Imam Al-Qurthubi rahimahullah berkata: “Firman Allah Subhanahu wa Ta’ala: فَإِنْ كَرِهْتُمُوهُنَّ (“Kemudian bila kalian tidak menyukai mereka”), dikarenakan parasnya yang buruk atau perangainya yang jelek, bukan karena si istri berbuat keji dan nusyuz, maka disenangi (dianjurkan) (bagi si suami) untuk bersabar menanggung kekurangan tersebut. Mudah-mudahan hal itu mendatangkan rizki berupa anak-anak yang shalih yang diperoleh dari istri tersebut.”
Al-Hafizh Ibnu Katsir rahimahullah berkata: “Yakni mudah-mudahan kesabaran kalian dengan tetap menahan mereka (para istri dalam ikatan pernikahan), sementara kalian tidak menyukai mereka, akan menjadi kebaikan yang banyak bagi kalian di dunia dan di akhirat. Sebagaimana perkataan Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma tentang ayat ini: ‘Si suami mengasihani (menaruh iba) istri (yang tidak disukainya) hingga Allah Subhanahu wa Ta’ala berikan rizki kepadanya berupa anak dari istri tersebut dan pada anak itu ada kebaikan yang banyak’.” (Tafsir Ibnu Katsir, 2/173)
Dalam hadits Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu disebutkan bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
لاَ يَفْرَكْ مُؤْمِنٌ مُؤْمِنَةً إِنْ كَرِهَ مِنْهَا خُلُقًا رَضِيَ مِنْهَا آخَرَ
“Janganlah seorang mukmin membenci seorang mukminah, jika ia tidak suka satu tabiat/perangainya maka (bisa jadi) ia ridha (senang) dengan tabiat/perangainya yang lain.” (HR. Muslim no. 1469)
Al-Imam An-Nawawi rahimahullah berkata: “Hadits ini menunjukkan larangan (untuk membenci), yakni sepantasnya seorang suami tidak membenci istrinya. Karena bila ia menemukan pada istrinya satu perangai yang tidak ia sukai, namun di sisi lain ia bisa dapatkan perangai yang disenanginya pada si istri. Misalnya istrinya tidak baik perilakunya, tetapi ia seorang yang beragama, atau berparas cantik, atau menjaga kehormatan diri, atau bersikap lemah lembut dan halus padanya, atau yang semisalnya.” (Al-Minhaj, 10/58)
8. Bila seorang suami bercerai dengan istrinya, ia tidak boleh meminta kembali mahar yang pernah diberikannya.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
وَإِنْ أَرَدْتُمُ اسْتِبْدَالَ زَوْجٍ مَكَانَ زَوْجٍ وَءَاتَيْتُمْ إِحْدَاهُنَّ قِنْطَارًا فَلاَ تَأْخُذُوا مِنْهُ شَيْئًا أَتَأْخُذُونَهُ بُهْتَانًا وَإِثْمًا مُبِينًا. وَكَيْفَ تَأْخُذُونَهُ وَقَدْ أَفْضَى بَعْضُكُمْ إِلَى بَعْضٍ وَأَخَذْنَ مِنْكُمْ مِيثَاقًا غَلِيظًا
“Dan jika kalian ingin mengganti istri kalian dengan istri yang lain sedang kalian telah memberikan kepada seseorang di antara mereka harta yang banyak, maka janganlah kalian mengambil kembali sedikitpun dari harta tersebut. Apakah kalian akan mengambilnya kembali dengan jalan tuduhan yang dusta dan dengan menanggung dosa yang nyata? Bagaimana kamu akan mengambilnya kembali, padahal sebagian kamu telah bergaul (bercampur) dengan yang lain sebagai suami-isteri. Dan mereka (isteri-isterimu) telah mengambil dari kamu perjanjian yang kuat.” (An-Nisa`: 20-21)

9. Termasuk pemuliaan terhadap wanita adalah diharamkan bagi mahram si wanita karena nasab ataupun karena penyusuan untuk menikahinya.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
حُرِّمَتْ عَلَيْكُمْ أُمَّهَاتُكُمْ وَبَنَاتُكُمْ وَأَخَوَاتُكُمْ وَعَمَّاتُكُمْ وَخَالاَتُكُمْ وَبَنَاتُ اْلأَخِ وَبَنَاتُ اْلأُخْتِ وَأُمَّهَاتُكُمُ اللاَّتِي أَرْضَعْنَكُمْ وَأَخَوَاتُكُمْ مِنَ الرَّضَاعَةِ وَأُمَّهَاتُ نِسَائِكُمْ وَرَبَائِبُكُمُ اللاَّتِي فِي حُجُورِكُمْ مِنْ نِسَائِكُمُ اللاَّتِي دَخَلْتُمْ بِهِنَّ فَإِنْ لَمْ تَكُونُوا دَخَلْتُمْ بِهِنَّ فَلاَ جُنَاحَ عَلَيْكُمْ وَحَلاَئِلُ أَبْنَائِكُمُ الَّذِينَ مِنْ أَصْلاَبِكُمْ
“Diharamkan atas kalian menikahi ibu-ibu kalian, putri-putri kalian, saudara-saudara perempuan kalian, ‘ammah kalian (bibi/ saudara perempuan ayah), khalah kalian (bibi/ saudara perempuan ibu), putri-putri dari saudara laki-laki kalian (keponakan perempuan), putri-putri dari saudara perempuan kalian, ibu-ibu susu kalian, saudara-saudara perempuan kalian sepersusuan, ibu mertua kalian, putri-putri dari istri kalian yang berada dalam pemeliharaan kalian dari istri yang telah kalian campuri. Tetapi jika kalian belum mencampuri istri tersebut (dan sudah berpisah dengan kalian) maka tidak berdosa kalian menikahi putrinya. Diharamkan pula bagi kalian menikahi istri-istri anak kandung kalian (menantu)…” (An-Nisa`: 23)
Diharamkannya wanita-wanita yang disebutkan dalam ayat di atas untuk dinikahi oleh lelaki yang merupakan mahramnya, tentu memiliki hikmah yang agung, tujuan yang tinggi yang sesuai dengan fithrah insaniah. (Takrimul Mar`ah fil Islam, Asy-Syaikh Muhammad Jamil Zainu, hal. 16)
Di akhir ayat di atas, Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
وَأَنْ تَجْمَعُوا بَيْنَ اْلأُخْتَيْنِ إِلاَّ مَا قَدْ سَلَفَ إِنَّ اللهَ كَانَ غَفُورًا رَحِيمًا
“(Diharamkan atas kalian) menghimpunkan dalam pernikahan dua wanita yang bersaudara, kecuali apa yang telah terjadi di masa lampau. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (An-Nisa`: 23)
Ayat di atas menetapkan bahwa seorang lelaki tidak boleh mengumpulkan dua wanita yang bersaudara dalam ikatan pernikahan karena hal ini jelas akan mengakibatkan permusuhan dan pecahnya hubungan di antara keduanya. (Takrimul Mar`ah fil Islam, Muhammad Jamil Zainu, hal. 16)
Demikian beberapa ayat dalam surah An-Nisa` yang menyinggung tentang wanita. Apa yang kami sebutkan di atas bukanlah membatasi, namun karena tidak cukupnya ruang, sementara hanya demikian yang dapat kami persembahkan untuk pembaca yang mulia. Allah Subhanahu wa Ta’ala-lah yang memberi taufik.
Wallahu ta’ala a’lam bish-shawab.
Footnote:
1 Karena ibu ‘Urwah, Asma` bintu Abi Bakr radhiyallahu ‘anhuma adalah saudara perempuan Aisyah radhiyallahu ‘anha.
2 HR. At-Tirmidzi, dishahihkan Asy-Syaikh Al-Albani rahimahullah.
  
(Sumber: Majalah Asy Syari’ah, Vol. IV/No. 38/1429H/2008, Kategori: Niswah, hal. 80-85. Dicopy dari www.asysyariah.com)

Countdown

Hai sobat Agussalikur berjumpa kembali ! Kali ini admin berbagi tips seputar blogger dalam topik Time Countdown, kebetulan admin contohkan m...