Hak Zakat untuk Anak Yatim

Sumber : rinaldimunir.wordpress.com

Hak Zakat untuk Anak Yatim
Seorang rekan senior bertanya kepada saya, apakah saya mudik pada lebaran tahun ini? Tidak, jawab saya, karena saya sudah tidak punya orang tua lagi di kampung halaman. Wah, kalau begitu anda yatim piatu dong, katanya. Anda berhak menerima zakat tuh, katanya setengah bercanda.
Ha..ha, jelas tidak. Setahu saya anak yatim bukanlah salah satu dari delapan asnaf (orang yang berhak menerima zakat).
Dari pelajaran agama yang saya ketahui ada 8 golongan asnaf, yaitu
1.fakir (orang yang tidak memiliki harta),
2.miskin (orang yang penghasilannya tidak mencukupi),
3.riqab (hamba sahaya atau budak),  
4.gharim (orang yang memiliki banyak hutang),
5. mualaf (orang yang baru masuk Islam),
6.fisabilillah (pejuang di jalan Allah),  
7.ibnu sabil (musyafir dan para pelajar perantauan), dan  
8.amil zakat (panitia penerima dan pengelola dana zakat)

Karena anak yatim bukan salah satu dari delapan asnaf, maka mereka tidak berhak menerima zakat, sebab anak yatim berada di bawah tanggungan orang yang berzakat (keluarganya atau famili dekat/jauh). Saya pernah membaca jawaban Pak K.H Miftah Farid (ulama tawadhu dari Bandung) tentang pertanyaan apakah anak yatim boleh menerima zakat. ?
Jawaban Pak Miftah,
"jikalau memberi zakat karena keyatimannya jelas tidak boleh. Namun kalau memberi zakat kepada anak yatim karena kemiskinannya, maka itu boleh.
Nah, kalau alasannya karena anak yatim itu miskin, saya sepakat (atau bisa diperluas jika ia banyak utang, fisabilillah, ibnu sabil, dst). Soalnya, anak yatim belum tentu semuanya miskin lho. Banyak juga anak yatim dari keluarga berada, mereka yang menjadi yatim karena ditinggal ayah/bundanya, namun memiliki warisan yang lumayan untuk bekal hidupnya."

Note:
Beda lagi alasanya jika anak yatim piatu dia punya penghasilan memadai dan orangtua nya meninggalkan warisan yang cukuplah buat mereka para anaknya, jadi saya merasa bukan salah satu dari delapan asnaf. 

Yang menyedihkan, banyak lembaga sosial yang mengatasnamakan anak yatim memasang spanduk menerima zakat dan shadaqah. Jika tidak hati-hati, bisa salah paham dengan menganggap anak yatim berhak menerima zakat karena keyatimannya itu. Petugas penerima shadaqah/zakat di suatau lembaga amil zakat yang mengatasnamakan anak yatim pernah saya tanya tentang hal ini, tapi tampaknya dia tidak mengerti dengan mengatakan bahwa anak yatim kan boleh menerima zakat.

Note:
"Tentu boleh, namun  jangan salah niat memberi Zakat  harus karena faktor kemiskinannya, bukan karena keyatimannya, Karena kemiskinannya itu maka ia tidak mampu membayar biaya sekolah..
Supaya tidak salah paham, biasanya ketika saya memberi uang kepada anak yatim atau lembaga amal yatim, maka saya meniatkannya bukan atas nama zakat, tetapi atas nama sadaqah. Nah, kalau sadaqah bisa buat siapa saja, termasuk anak yatim.

Masalah ini menurut saya sama dengan pertanyaan apakah Masjid boleh menerima Zakat?
Coba perhatikan, banyak Panitia Pembangunan Masjid memasang spanduk di jalanan bahwa masjidnya menerima titipan zakat, infaq, dan sadaqah untuk menyelesaikan pembangunan masjid. Karena masjid bukan manusia, maka masjid tidak termasuk salah satu dari delapan asnaf. Mungkin yang lebih tepat adalah memberikan sumbangan ke masjid atas nama waqaf, lebih tepatnya waqaf pembangunan masjid.

Kutipan blog tetangga yang harus diingat.